Inilah buku baru saya,
Ioanes Rakhmat, Sokrates dalam Tetralogi Plato: Sebuah Pengantar dan Terjemahan Teks (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009).
ISBN: 978-979-22-4500-4
Ukuran: 13,5 x 20 cm
Tebal isi: 342 hlm
Paperback/Soft Cover
Harga @ Rp. 50.000,-
Akan sudah ada di toko buku Gramedia sejabodetabek mulai 21 April 2009
5 endorsements untuk buku ini:
Terjemahan empat teks kunci Plato ke dalam bahasa Indonesia ini amat memperkaya pustaka filsafat dalam bahasa Indonesia. Plato tetap boleh dianggap filsuf terbesar segala zaman, teks-teksnya dibaca sampai hari ini, justru oleh para filsuf terkemuka. Jadi, kalau tetralogi Plato yang sangat penting ini sekarang dapat dibaca dalam bahasa Indonesia, ini merupakan suatu peristiwa yang sangat menggembirakan
Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, SJ,
guru besar etika dan filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta
Plato meninggalkan lebih dari 40 karya berbentuk dialog. Namun, di antara karya itu, empat dialog yang ditulisnya pada awal-awal karirnya sebagai filsuf merupakan buku penting yang mengungkap berbagai isu fundamental dalam filsafat. Euthyfro berbicara tentang konsep kesalehan dan ketuhanan; Apologi berbicara tentang keberanian dan kebebasan berpendapat; Krito berbicara tentang pemerintahan dan politik; dan Faedo berbicara tentang jiwa dan kehidupan setelah mati. Keempat buku ini menjadi tetralogi Plato yang paling banyak dirujuk sarjana, di samping Republik. Kita harus berterimakasih kepada Ioanes Rakhmat yang telah menerjemahkan tetralogi penting ini dan menyuguhkannya dengan sangat bagus. Kesabaran penulis dalam membongkar naskah asli dialog-dialog Plato dan membandingkannya dengan naskah-naskah Inggris dan Belanda patut diapresiasi. Ini adalah karya kesarjanaan pertama dalam bahasa Indonesia yang menghadirkan tetralogi Plato, filsuf besar Yunani itu, secara utuh
Luthfi Assyaukanie, Ph.D.,
dosen filsafat, Universitas Paramadina, Jakarta
Di Indonesia tidak pernah muncul kajian serius tentang Sokrates, pelopor pembangkang intelektual yang memikul misi tunggal: mempertanyakan kemapanan dengan jujur dan rendah hati, menawarkan gagasan tandingan kepada kaum muda dan lingkungannya, tanpa pretensi ide baru itulah satu-satunya kebenaran. Ioanes Rakhmat memelopori tugas berat ini dengan ketekunan dan kesungguhan yang mengagumkan. Dia, seperti kita, percaya bahwa isu abadi filsafat ini ―subjek lama yang terus merangsang pemikiran baru―akan terus relevan sepanjang masa. Karena akan selalu ada yang gentar pada ide yang mengusik kemapanan yang telanjur dianggap sebagai kebenaran. Karena akan selalu ada yang takut pada kebenaran. Kita berterima kasih untuk hadiah penting dari penerjemah, salah seorang pemikir terpenting filsafat dan agama di Indonesia dewasa ini
Hamid Basyaib,
direktur program The Freedom Institute, Jakarta
Buku ini sangat penting dan cocok dibaca para cendekiawan dan mahasiswa, maupun para pemegang kebijakan dan masyarakat umum di Indonesia. Halnya demikian bukan hanya karena Sokrates, seperti diceritakan Plato, telah mewarisi dunia Barat dan dunia Timur (seperti filsuf Arab Al-Kindi) suatu metode filosofis dan saintifik dialektis antara nalar universal dan indra partikular, antara pemikiran kritis dan pengalaman spiritual, antara pencarian kebenaran dan kesenangan duniawi, dan antara pemikiran individual dan kepercayaan masyarakat kebanyakan, tapi juga karena sang penerjemah dan penafsir tetralogi Plato ini adalah sosok cendekiawan pencari kebenaran, yang meneladani sikap kritis Sokrates yang kini sangat jarang ditemukan di Indonesia
Muhamad Ali, Ph.D.,
Assistant Professor, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta; kini bertugas sebagai Assistant Professor, Religious Studies Department, University of California, Riverside, Amerika Serikat
Setelah membaca buku sangat berharga buah tangan Ioanes Rakhmat ini, dari pemikiran Sokrates yang hidup sekitar 2350 tahun yang lalu di Yunani saya menemukan sedikitnya tiga hal yang relevan untuk situasi masa kini kita di Indonesia. Pertama, kita perlu belajar dari Sokrates bagaimana berbicara dengan benar dan menghasilkan kebenaran sebagai kesimpulannya. Kedua, kita perlu menyelesaikan segala persoalan yang ada dengan berbicara, dan berbicara dengan benar adalah ciri khas suatu masyarakat madani (civil society) yang dewasa dan beradab. Ketiga, kemampuan untuk berpikir dengan benar dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari merupakan dasar dari terciptanya karya-karya intelektual yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Berbicara lebih spesifik dalam konteks bidang kajian profesional yang saya tekuni, saya dapat tegaskan bahwa teladan Sokrates dengan cara berpikirnya yang kritis, logis, dan bebas (dari kungkungan prior arts) bisa dijadikan perangsang kinerja otak para pencipta, inventor dan kreator dalam menghasilkan karya-karya baru untuk mengembangkan industri kreatif di Indonesia
Gunawan Suryomurcito, S.H.,
Advokat (non-litigasi) dan konsultan hak kekayaan intelektual, ketua umum Indonesian Intellectual Property Society (IIPS)