Thursday, November 26, 2009

Ioanes Rakhmat, Seorang Yang Mencari Kebenaran Paling Hakiki . . .

Sebuah opini seorang sahabat tentang Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat

oleh Pdt Prof. Dr. K.A.M. Jusufroni
Bishop Gereja Kemah Abraham dan Rektor STT Apostolos

Saya mengenal Pak Ioanes Rakhmat ketika dia menjadi seorang gembala di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kepa Duri, Jakarta. Selanjutnya, saya mengenal beliau ketika beliau aktif menjadi seorang staf pengajar di sebuah sekolah teologi di Jakarta.

Ioanes Rakhmat adalah seorang akademisi sejati. Hal itu nyata dari tulisan-tulisannya serta buku-buku yang ditulisnya. Dia adalah seorang intelektual Kristen yang kaya akan telaah-telaah kritis, sehingga melalui telaah-telaahnya perbendaharaan teologi Kristen terus diperkaya, bahkan merangsang banyak mahasiswanya untuk menjadi para teolog dan pemikir yang kritis, yang mampu menganalisa secara ilmiah setiap konsep pemikiran dan kiprah gereja.

Dari pemikiran-pemikiran Pak Ioanes, banyak hal yang tadinya terselubung, disingkapkan, menjadi terbuka, tidak saja bagi akademisi Kristen, tapi juga bagi setiap orang yang terus-menerus bertanya tentang kekristenan itu sendiri.

Secara pribadi, saya sangat terbantu melalui karya-karya dan pemikiran-pemikiran Ioanes Rakhmat, khususnya terbantu dalam mewujudkan sebuah visi saya untuk gereja kembali kepada suatu bentuk Judeo-Christianity, kekristenan Yahudi. Dia begitu ulet menggali akar-akar kekristenan dari literatur-literatur klasik, yang mungkin bagi sebagian orang hanya ditemukan dari kutipan-kutipan tulisan teolog-teolog lain. Tapi, Pak Ioanes betul-betul menggalinya secara objektif dengan pendekatan akademis yang luar biasa.

Memang, tidak semua pemikiran kami sejalan. Ada hal-hal yang kami tak sependapat; tapi saya jelas sangat menghargai pikiran-pikiran kritisnya sebagai suatu rangsangan untuk mencari kebenaran yang paling hakiki. Kekristenan sangat membutuhkan figur-figur seperti Ioanes Rakhmat, yang tetap konsisten pada semangat criticism-nya, teguh pada idealismenya dan mengedepankan kaidah-kaidah ilmiah yang terus-menerus diperbaruinya tatkala dia menggali teks-teks klasik, bahkan dalam telaahnya atas kitab suci.

Mungkin banyak orang berpikir bahwa Ioanes Rakhmat adalah seorang pribadi yang labil dan imannya sangatlah lemah. Namun, dalam pergaulan pribadi dengannya, saya melihat suatu kenyataan yang berbeda. Bagi saya, Pak Ioanes adalah seorang yang sangat teguh, termasuk dalam kepercayaannya kepada Yesus Kristus sebagai sang “Junjungan.” Dia tetap berdoa, tidak gelisah dalam hal apapun, dan senantiasa merasa nyaman dengan posisi teologis dan agama yang dipegang dan dikembangkannya terus. Sungguh, saya tidak menemukan adanya masalah dengan kekristenan seorang Ioanes Rakhmat.

Dengan memasuki masa emeritus dan lepas dari jabatan struktural gerejawi, Pak Ioanes akan memiliki lebih banyak kebebasan untuk mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam bidang akademis. Sebagai seorang teolog atau lebih tepat pemikir Kristen, di situlah tempat yang pantas bagi Pak Ioanes, yaitu dalam dunia pemikiran dan pendidikan.

Kecemerlangan pemikiran Pak Ioanes akan sangat memperkaya khazanah pemikiran Kristen, dan sangat disayangkan apabila pemikiran-pemikiran semacam ini ada yang mau “cekal” hanya karena kekuatiran goncangnya iman umat. Sebab, saya percaya, bahwa ada suatu maksud mulia Pak Ioanes di balik pengembaraan intelektualitasnya. Ada suatu capaian penting bagi kemajuan pemikiran Kristen yang ingin diraih olehnya, dan hal seperti itu perlu didukung bersama.