Sebuah opini seorang guru dan sahabat tentang Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat
oleh Prof. em. Richard W. Haskin, Ph.D.
Selesai pendidikan SMA, Ioanes Rakhmat, setelah bekerja kurang lebih dua tahun sebagai seorang analist logam, masuk ke dalam suatu sekolah tinggi teologi di Jakarta untuk mengejar gelar sarjana. Pada sekolah tersebut, satu anggota dewan pengajar adalah saya. Maka, dari semula, Ioanes dan saya sudah saling berkenalan dalam rangka persekutuan orang yang ingin menambah pengetahuan supaya kiranya bertambah pula hikmat yang bermanfaat bagi sesama manusia dimana saja di dunia ini. Tujuan yang sedemikian, kami setuju, akan didekati hanya apabila kami mau dan mampu berpikir tajam serta kritis, dengan pemikiran yang mencakup secara sungguh-sungguh segi kerohanian. Inilah corak hubungan kami sampai sekarang, kendatipun, selama sepuluh tahun terakhir ini, kami terpisah jauh secara geografis: dia di Jakarta, dan saya di Seattle, California, USA.
Pada tahun pertama dalam studi sarjananya, kami di dewan pengajar memperhatikan kecerdasan Saudara Ioanes serta semangatnya untuk mendalami hampir setiap mata pelajaran. Dan dia cepat menjadi fasih dalam bahasa Inggris, sehingga, menjelang selesainya studi sarjana, dia sudah mampu menerjemahkan makalah-makalah bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan mutu yang baik untuk diterbitkan.
Sesudah memperoleh Sarjana Satu, Ioanes bekerja sebagai seorang pelayan gereja, tetapi dia tidak mengabaikan kegiatan penerjemahan dan upaya penulisan hasil pemikirannya sendiri. Sesudah beberapa tahun, dalam semacam “kerja sama” dengan suatu universitas di Belanda, dia diterima ke dalam program studi Sarjana Tiga, dan saya ditunjuk selaku seorang penasehat utama selama dia mempersiapkan skripsi besar (“dissertation”). Saya dan rekan-rekan berkesan sekali mengenai kemampuan Ioanes untuk membuat sebuah pengkajian independen serta merampungkan hasil pengkajian itu; begitu juga kesan kami mengenai kemampuannya untuk membela tesisnya dalam ujian lisan.
Menurut saya, yang belakangan ini ditulis oleh Ioanes Rakhmat pada yang disebut “blog-blog” di Internet menolong orang untuk memperoleh sejumlah gambaran tepat tentang pandangan dan sikapnya. Ioanes memandang diri sebagai suatu jiwa yang berkelana bebas—“bebas” karena berpikir bebas—untuk mencari kebenaran yang tidak mudah ditemukan namun yang dapat memerdekakan manusia dari ketidaktahuan, dari kepercayaan buta, dan dari prasangka; dan kebenaran itu dapat mengantar manusia ke dalam kebebasan pemikiran serta perasaan yang bertanggungjawab. (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Freethinker Blog”)
Tetapi, sebagaimana saya sudah mencatat di atas, Ioanes menekankan bahwa pemikiran harus kritis karena hanya dengan sifat seperti itu akan ada suatu daya yang cukup kuat untuk menantang bahkan menghancurkan pemikiran dan sikap biasa yang telah terlalu sering mengakibatkan ketidakadilan dan penindasan bagi begitu banyak manusia. Tetapi, sekali lagi, Ioanes menegaskan bahwa pemikiran kritis harus bertanggungjawab demi kepentingan seluruh umat manusia. (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Critical Voice Blog”)
Ioanes mengaku diri selaku orang Kristen, tulisnya: “...saya adalah seorang pencinta Yesus dari Nazaret...”; tetapi dia menilai tidaklah gampang usaha untuk mencari Yesus yang autentik ini, yaitu Yesus sebagaimana dia dulu berada, dalam perkataan dan perbuatan, dalam sejarah dunia ini. Apalagi, kata Ioanes, ada banyak risiko dalam pencarian ini karena yang ditemui bisa cukup berbeda, bahkan bertentangan, dengan yang lama, yang biasanya diberitakan oleh gereja-gereja. Ioanes mendukung pencarian ini karena dia yakin, seperti saya, bahwa pengertian tepat atas Yesus sejarah menguatkan kaum Kristen untuk berpikir dan bertindak dengan tidak terikat pada dan dikendalikan secara menyeluruh oleh lingkungan sodio-budaya-politiknya yang bisa menindas manusia! (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Jesus Blog”)
Namun, dengan kuat, Ioanes berjuang untuk hidup sendiri dan mengajak warga negara Indonesia lain untuk hidup selaku pendukung Indonesia sebagai negara yang sistim kenegaraannya sungguh-sungguh harus berdasarkan Pancasila, yaitu, menjadi sebuah negara yang adil, demokratis, bebas dalam menganut agama, prihatin terhadap kemiskinan, jujur secara intelektual, dan bertanggungjawab terhadap semua warga dan seluruh umat manusia. Saya berpendapat bahwa suatu bukti kuat atas penerimaan umum terhadap pemikiran dan sikap Ioanes dalam hal ini terlihat dalam keberhasilannya untuk mendirikan suatu jaringan di Internet, dalam bentuk suatu blog kolektif yang diberi nama “The Countertheocracy Blog”, bagi orang-orang siapapun yang mau bergabung untuk ikut memperjuangkan apa saja yang diharapkan akan menambahkan keadaan baik, secara fisik dan akali, bagi seluruh masyarakat Indonesia!
Menurut saya, orang semacam Ioanes Rakhmat ini, orang yang sudah lama memperjuangkan pemikiran yang bebas dan kritis serta cara hidup yang penuh tanggungjawab terhadap diri sendiri dan terhadap sesama manusia, patut sekali dihormati. Pada saat ini, ketika Ioanes memasuki suatu tahapan baru dalam kehidupannya, masa emeritasi, saya, mantan gurunya dan senantiasa kawannya, mengucapkan: SELAMAT.
oleh Prof. em. Richard W. Haskin, Ph.D.
Selesai pendidikan SMA, Ioanes Rakhmat, setelah bekerja kurang lebih dua tahun sebagai seorang analist logam, masuk ke dalam suatu sekolah tinggi teologi di Jakarta untuk mengejar gelar sarjana. Pada sekolah tersebut, satu anggota dewan pengajar adalah saya. Maka, dari semula, Ioanes dan saya sudah saling berkenalan dalam rangka persekutuan orang yang ingin menambah pengetahuan supaya kiranya bertambah pula hikmat yang bermanfaat bagi sesama manusia dimana saja di dunia ini. Tujuan yang sedemikian, kami setuju, akan didekati hanya apabila kami mau dan mampu berpikir tajam serta kritis, dengan pemikiran yang mencakup secara sungguh-sungguh segi kerohanian. Inilah corak hubungan kami sampai sekarang, kendatipun, selama sepuluh tahun terakhir ini, kami terpisah jauh secara geografis: dia di Jakarta, dan saya di Seattle, California, USA.
Pada tahun pertama dalam studi sarjananya, kami di dewan pengajar memperhatikan kecerdasan Saudara Ioanes serta semangatnya untuk mendalami hampir setiap mata pelajaran. Dan dia cepat menjadi fasih dalam bahasa Inggris, sehingga, menjelang selesainya studi sarjana, dia sudah mampu menerjemahkan makalah-makalah bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan mutu yang baik untuk diterbitkan.
Sesudah memperoleh Sarjana Satu, Ioanes bekerja sebagai seorang pelayan gereja, tetapi dia tidak mengabaikan kegiatan penerjemahan dan upaya penulisan hasil pemikirannya sendiri. Sesudah beberapa tahun, dalam semacam “kerja sama” dengan suatu universitas di Belanda, dia diterima ke dalam program studi Sarjana Tiga, dan saya ditunjuk selaku seorang penasehat utama selama dia mempersiapkan skripsi besar (“dissertation”). Saya dan rekan-rekan berkesan sekali mengenai kemampuan Ioanes untuk membuat sebuah pengkajian independen serta merampungkan hasil pengkajian itu; begitu juga kesan kami mengenai kemampuannya untuk membela tesisnya dalam ujian lisan.
Menurut saya, yang belakangan ini ditulis oleh Ioanes Rakhmat pada yang disebut “blog-blog” di Internet menolong orang untuk memperoleh sejumlah gambaran tepat tentang pandangan dan sikapnya. Ioanes memandang diri sebagai suatu jiwa yang berkelana bebas—“bebas” karena berpikir bebas—untuk mencari kebenaran yang tidak mudah ditemukan namun yang dapat memerdekakan manusia dari ketidaktahuan, dari kepercayaan buta, dan dari prasangka; dan kebenaran itu dapat mengantar manusia ke dalam kebebasan pemikiran serta perasaan yang bertanggungjawab. (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Freethinker Blog”)
Tetapi, sebagaimana saya sudah mencatat di atas, Ioanes menekankan bahwa pemikiran harus kritis karena hanya dengan sifat seperti itu akan ada suatu daya yang cukup kuat untuk menantang bahkan menghancurkan pemikiran dan sikap biasa yang telah terlalu sering mengakibatkan ketidakadilan dan penindasan bagi begitu banyak manusia. Tetapi, sekali lagi, Ioanes menegaskan bahwa pemikiran kritis harus bertanggungjawab demi kepentingan seluruh umat manusia. (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Critical Voice Blog”)
Ioanes mengaku diri selaku orang Kristen, tulisnya: “...saya adalah seorang pencinta Yesus dari Nazaret...”; tetapi dia menilai tidaklah gampang usaha untuk mencari Yesus yang autentik ini, yaitu Yesus sebagaimana dia dulu berada, dalam perkataan dan perbuatan, dalam sejarah dunia ini. Apalagi, kata Ioanes, ada banyak risiko dalam pencarian ini karena yang ditemui bisa cukup berbeda, bahkan bertentangan, dengan yang lama, yang biasanya diberitakan oleh gereja-gereja. Ioanes mendukung pencarian ini karena dia yakin, seperti saya, bahwa pengertian tepat atas Yesus sejarah menguatkan kaum Kristen untuk berpikir dan bertindak dengan tidak terikat pada dan dikendalikan secara menyeluruh oleh lingkungan sodio-budaya-politiknya yang bisa menindas manusia! (Lihat blog Ioanes yang diberinya nama “The Jesus Blog”)
Namun, dengan kuat, Ioanes berjuang untuk hidup sendiri dan mengajak warga negara Indonesia lain untuk hidup selaku pendukung Indonesia sebagai negara yang sistim kenegaraannya sungguh-sungguh harus berdasarkan Pancasila, yaitu, menjadi sebuah negara yang adil, demokratis, bebas dalam menganut agama, prihatin terhadap kemiskinan, jujur secara intelektual, dan bertanggungjawab terhadap semua warga dan seluruh umat manusia. Saya berpendapat bahwa suatu bukti kuat atas penerimaan umum terhadap pemikiran dan sikap Ioanes dalam hal ini terlihat dalam keberhasilannya untuk mendirikan suatu jaringan di Internet, dalam bentuk suatu blog kolektif yang diberi nama “The Countertheocracy Blog”, bagi orang-orang siapapun yang mau bergabung untuk ikut memperjuangkan apa saja yang diharapkan akan menambahkan keadaan baik, secara fisik dan akali, bagi seluruh masyarakat Indonesia!
Menurut saya, orang semacam Ioanes Rakhmat ini, orang yang sudah lama memperjuangkan pemikiran yang bebas dan kritis serta cara hidup yang penuh tanggungjawab terhadap diri sendiri dan terhadap sesama manusia, patut sekali dihormati. Pada saat ini, ketika Ioanes memasuki suatu tahapan baru dalam kehidupannya, masa emeritasi, saya, mantan gurunya dan senantiasa kawannya, mengucapkan: SELAMAT.