Friday, April 10, 2009

Good Bye Partai Damai Sejahtera!


Para fungsionaris Partai Damai Sejahtera tentu kini sedang tidak damai sejahtera. Bagaimana tidak? Menurut hasil perhitungan cepat (quick count) LP3ES, partai yang bernomor urut 25 ini hanya bisa meraih suara sebanyak 1,5 % dalam Pemilu legislatif 2009 yang dilaksanakan kemarin, 9 April 2009. Perolehan suara yang kecil ini tidak mau dipercaya oleh pimpinan partai ini. Quick count ini, kata mereka, keliru.

Perolehan suara yang tidak mencapai batas minimal 2,5 % akan membuat PDS tidak lagi bisa masuk ke DPR untuk periode 2009-2014. Dengan kata lain, partai yang secara sepihak mengklaim mewakili orang Kristen di Indonesia ini tidak akan bisa lagi menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Meskipun PDS dipilih banyak orang Kristen di kawasan Indonesia Timur, secara nasional perolehan suara mereka dalam Pemilu legislatif 2009 sangat kecil, dan hal ini membuatnya menjadi salah satu partai gurem yang tidak perlu diperhitungkan dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia ke depan.

Orang Kristen yang telah memilih PDS dalam Pemilu legislatif 2009 jadinya telah membuang-buang suara mereka. Persentase perolehan suara PDS yang kecil ini bisa terjadi karena banyak pemilih lama mereka (dalam Pemilu 2004) mengalihkan suara mereka dalam Pemilu 2009 ke partai-partai lain, misalnya ke Partai Demokrat yang berhasil memperoleh suara sebesar kurang lebih 20 %, suatu capaian politis yang sangat besar (tiga kali lipat perolehan suara dalam Pemilu 2004) yang tidak bisa dilepaskan dari kinerja pemerintahan Presiden SBY selama empat setengah tahun berselang. Pengalihan suara ini menunjukkan bahwa orang Kristen di Indonesia tidak yakin dengan kinerja PDS selama lima tahun yang telah lewat. Tentu sangat banyak orang Kristen di Indonesia yang tanpa keraguan mau menyatakan bahwa aspirasi politik mereka selama ini tidak diwakili oleh PDS. Hal ini bisa terjadi karena PDS sendiri mengusung hanya satu warna teologi politis (kalau memang partai ini menghayati suatu teologi!) dari sekian banyak warna teologi politis lainnya yang dianut orang Kristen di Indonesia.

Pengalaman tidak baik dengan PDS yang secara politis telah gagal ini seharusnya bisa menyadarkan orang Kristen di Indonesia untuk ke depannya tidak perlu lagi mendirikan partai Kristen apapun. Aspirasi politik mereka dapat disalurkan ke partai-partai besar yang nasionalis sekular. Di samping itu, sangat mustahil membentuk satu partai Kristen yang bisa mewakili seluruh orang Kristen Protestan di Indonesia. Dari perolehan suara partai-partai dalam pemilu legislatif 2009 ini, kita dapat melihat bahwa warga negara yang telah memilih, lebih menyalurkan suara mereka ke partai-partai kuat yang tidak berbasiskan agama (Partai Demokrat, PDI-P, Golkar). Ke depannya barangkali partai-partai yang berbasiskan agama akan makin kurang berperan di Indonesia, suatu perkembangan yang baik menuju masa depan Indonesia yang demokratis dan sekular.