Dialog Ioanes Rakhmat dkk di TVRI, 23 Februari 2009
Dalam acara dialog yang diadakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di TVRI, 23 Februari 2009, pukul 08.00-08.30 WIB, Ioanes Rakhmat mengambil bagian aktif, bersama dengan tiga orang lain yang masing-masing mewakili umat Islam, umat KHC dan umat Hindu.
Dalam acara dialog ini, Ioanes Rakhmat berbicara atas nama diri pribadinya selaku pengamat agama dan budaya, tidak mewakili lembaga gereja atau lembaga sosial atau lembaga pendidikan apapun. Hal ini sudah dikatakannya sebelumnya kepada pemandu acara, sehingga pemandu acara ini, Wisnu Prayuda dari FKUB, menyebut identitas Ioanes Rakhmat sebagai cendekiawan Kristen, pengamat keagamaan dan kebudayaan. Ioanes Rakhmat menyadari bahwa pandangan-pandangan teologis dan filosofisnya tidak selalu sama dengan pandangan resmi gerejanya; dia lebih memilih menjadi seorang pemikir bebas, ketimbang tunduk pada suatu otoritas yang menentukan dan menguasai kebenaran. Baginya, kebenaran harus ditemukan melalui nalar dan bukti, bukan ditetapkan oleh suatu otoritas apapun yang tidak boleh digugat, entah teks suci, orang suci ataupun penguasa insani.
Semua peserta dialog sepakat bahwa di antara umat beragama yang berbeda-beda perlu ditemukan titik-titik temu yang bisa menjadi landasan kokoh untuk membangun kerjasama dalam banyak bidang kehidupan yang dapat mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi banyak orang. Ioanes Rakhmat menekankan bahwa titik-titik temu itu bisa didapat melalui kajian terhadap Kitab Suci masing-masing umat beragama, doktrin-doktrin yang dipercaya, tradisi-tradisi yang dirawat, dan juga melalui penemuan bersama tentang hal-hal apa yang menjadi tantangan bersama yang dihadapi umat manusia di dalam kehidupan bersama di bumi yang satu. Umat beragama juga perlu, tegas Ioanes Rakhmat, menerima humanisme sebagai suatu pandangan dunia yang bisa mempersatukan umat beragama dan manusia secara keseluruhan. Dia juga mengingatkan bahwa mencari titik temu melalui pengkajian dan penafsiran Kitab Suci harus dilakukan dengan hati-hati, dengan memakai nalar, akal sehat, nurani dan ilmu pengetahuan manusia, mengingat dalam Kitab Suci masing-masing agama terdapat juga pesan-pesan kekerasan yang jika diambil-alih dan diikuti begitu saja dapat menimbulkan bencana kemanusiaan sejagat. Pesan-pesan kekerasan ini, dan hal-hal dalam Kitab Suci yang sudah tidak relevan bagi zaman modern, tidak perlu dipakai lagi, dan harus dengan ikhlas ditinggalkan umat beragama manapun.
Ketika ditanyakan kepadanya tentang manfaat dialog antaragama, Ioanes Rakhmat menyatakan bahwa dengan terbenam dalam dialog, dengan membaca Kitab-kitab Suci agama-agama yang berlainan, dengan bergaul bersama orang yang tidak seiman, setiap orang beragama akan mengalami pengayaan timbal balik (mutual enrichment) sehingga masing-masing akan memiliki identitas plus, yakni menjadi orang Kristen plus, atau Islam plus, atau KHC plus atau Hindu plus. Pernyataannya ini didukung oleh tiga mitra dialognya, dan dipertegas oleh pemandu acara dialog. Dengan terjadinya mutual enrichment, maka konversi, perpindahan agama, tidak perlu lagi dilakukan oleh setiap orang beragama, dan harus tidak dijadikan program kegiatan umat beragama manapun.
Dialog antaragama yang berlangsung singkat ini (30 menit) bertema Eksklusivisme dan Inklusivisme Beragama. Semua peserta dialog sepakat bahwa eksklusivisme beragama yang memandang agama sendiri sebagai agama yang benar satu-satunya harus dilepaskan; dan umat beragama perlu menganut inklusivisme. Namun Ioanes Rakhmat menegaskan, bahwa umat beragama perlu bergerak lebih jauh, dengan merangkul dan mempraktikkan pluralisme sebagai sebuah model dalam ilmu teologi agama-agama yang memandang setiap agama sebagai jalan yang sahih, benar dan unik untuk manusia mencapai kebenaran dan keselamatan yang selalu lebih besar dari pada yang dapat dipersepsi manusia dan agama manapun.(*)
(*) N.B. Terima kasih kepada Bapak Gunawan Suryomurcito atas foto-foto acara dialog tersebut di atas yang langsung diambilnya dari televisi.
Dalam acara dialog yang diadakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di TVRI, 23 Februari 2009, pukul 08.00-08.30 WIB, Ioanes Rakhmat mengambil bagian aktif, bersama dengan tiga orang lain yang masing-masing mewakili umat Islam, umat KHC dan umat Hindu.
Dalam acara dialog ini, Ioanes Rakhmat berbicara atas nama diri pribadinya selaku pengamat agama dan budaya, tidak mewakili lembaga gereja atau lembaga sosial atau lembaga pendidikan apapun. Hal ini sudah dikatakannya sebelumnya kepada pemandu acara, sehingga pemandu acara ini, Wisnu Prayuda dari FKUB, menyebut identitas Ioanes Rakhmat sebagai cendekiawan Kristen, pengamat keagamaan dan kebudayaan. Ioanes Rakhmat menyadari bahwa pandangan-pandangan teologis dan filosofisnya tidak selalu sama dengan pandangan resmi gerejanya; dia lebih memilih menjadi seorang pemikir bebas, ketimbang tunduk pada suatu otoritas yang menentukan dan menguasai kebenaran. Baginya, kebenaran harus ditemukan melalui nalar dan bukti, bukan ditetapkan oleh suatu otoritas apapun yang tidak boleh digugat, entah teks suci, orang suci ataupun penguasa insani.
Semua peserta dialog sepakat bahwa di antara umat beragama yang berbeda-beda perlu ditemukan titik-titik temu yang bisa menjadi landasan kokoh untuk membangun kerjasama dalam banyak bidang kehidupan yang dapat mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi banyak orang. Ioanes Rakhmat menekankan bahwa titik-titik temu itu bisa didapat melalui kajian terhadap Kitab Suci masing-masing umat beragama, doktrin-doktrin yang dipercaya, tradisi-tradisi yang dirawat, dan juga melalui penemuan bersama tentang hal-hal apa yang menjadi tantangan bersama yang dihadapi umat manusia di dalam kehidupan bersama di bumi yang satu. Umat beragama juga perlu, tegas Ioanes Rakhmat, menerima humanisme sebagai suatu pandangan dunia yang bisa mempersatukan umat beragama dan manusia secara keseluruhan. Dia juga mengingatkan bahwa mencari titik temu melalui pengkajian dan penafsiran Kitab Suci harus dilakukan dengan hati-hati, dengan memakai nalar, akal sehat, nurani dan ilmu pengetahuan manusia, mengingat dalam Kitab Suci masing-masing agama terdapat juga pesan-pesan kekerasan yang jika diambil-alih dan diikuti begitu saja dapat menimbulkan bencana kemanusiaan sejagat. Pesan-pesan kekerasan ini, dan hal-hal dalam Kitab Suci yang sudah tidak relevan bagi zaman modern, tidak perlu dipakai lagi, dan harus dengan ikhlas ditinggalkan umat beragama manapun.
Ketika ditanyakan kepadanya tentang manfaat dialog antaragama, Ioanes Rakhmat menyatakan bahwa dengan terbenam dalam dialog, dengan membaca Kitab-kitab Suci agama-agama yang berlainan, dengan bergaul bersama orang yang tidak seiman, setiap orang beragama akan mengalami pengayaan timbal balik (mutual enrichment) sehingga masing-masing akan memiliki identitas plus, yakni menjadi orang Kristen plus, atau Islam plus, atau KHC plus atau Hindu plus. Pernyataannya ini didukung oleh tiga mitra dialognya, dan dipertegas oleh pemandu acara dialog. Dengan terjadinya mutual enrichment, maka konversi, perpindahan agama, tidak perlu lagi dilakukan oleh setiap orang beragama, dan harus tidak dijadikan program kegiatan umat beragama manapun.
Dialog antaragama yang berlangsung singkat ini (30 menit) bertema Eksklusivisme dan Inklusivisme Beragama. Semua peserta dialog sepakat bahwa eksklusivisme beragama yang memandang agama sendiri sebagai agama yang benar satu-satunya harus dilepaskan; dan umat beragama perlu menganut inklusivisme. Namun Ioanes Rakhmat menegaskan, bahwa umat beragama perlu bergerak lebih jauh, dengan merangkul dan mempraktikkan pluralisme sebagai sebuah model dalam ilmu teologi agama-agama yang memandang setiap agama sebagai jalan yang sahih, benar dan unik untuk manusia mencapai kebenaran dan keselamatan yang selalu lebih besar dari pada yang dapat dipersepsi manusia dan agama manapun.(*)
(*) N.B. Terima kasih kepada Bapak Gunawan Suryomurcito atas foto-foto acara dialog tersebut di atas yang langsung diambilnya dari televisi.