Sebuah Opini seorang Pendeta GKP Rangkasbitung tentang Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat
Oleh Pdt. Demianus Nataniel
Ketika saya tengah menemani anak kami yang sedang berlatih badminton, ada sebuah SMS masuk ke HP saya, yang ternyata berasal dari Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat, seorang pendeta yang saya kenal antara lain melalui tulisan-tulisannya baik yang dipublikasikan lewat surat kabar, majalah, buku-buku, maupun dalam beberapa blog pribadinya di Internet. Pak Ioanes menginformasikan bahwa pada tanggal 23 November 2009 dia akan memasuki masa emeritasi sebagai seorang pendeta GKI Sinode Wilayah Jawa Barat. Berita tersebut tentu membuat banyak pertanyaan muncul karena di gereja tempat saya menjadi pendeta, yakni Gereja Kristen Pasundan, orang yang seusia Pak Ioanes, usia yang relatif masih muda, tidak lazim menerima penghargaan emeritus. Di Gereja Kristen Pasundan faktor yang paling penting untuk menentukan seorang pendeta dapat memasuki masa emeritasi adalah usia. Dan setahu saya hal yang sama juga berlaku di Gereja Kristen Indonesia, tempat Pak Ioanes ditahbiskan menjadi seorang pendeta. Jadi perayaan emeritasi Pdt. Ioanes Rakhmat kemungkinan adalah suatu perayaan yang luar biasa, dalam arti tidak lazim, atau kalaupun ada pastinya jarang terjadi.
Peristiwa yang tampaknya kurang lazim ini mendorong saya membuka kembali tulisan-tulisan yang pernah dibuatnya. Dalam catatan saya, Pak Ioanes ternyata telah menulis banyak tema antara lain yang terkait dengan tafsir Alkitab, Yesus sejarah, sejarah gereja perdana, filsafat, peristiwa-peristiwa aktual seperti Pemilu 2009 di Indonesia, polemik RUU Jaminan Produk Halal, dan lain sebagainya. Dan setelah menyimak kembali tulisan-tulisannya maka saya berkata dalam hati bahwa memang wajar jika akan berlangsung suatu peristiwa luar biasa terkait dengan keberadaannya sebagai seorang pendeta, karena ternyata pemikiran-pemikirannya sekaligus bagaimana dia menyampaikannya memang tidak biasa.
Ada banyak hal menarik yang sesungguhnya saya dapatkan dari isi dan gaya penulisan Pak Ioanes. Dalam sebuah blog pribadinya, misalnya, beliau mengklaim sebagai seorang freethinker, seorang rasionalis serta tidak mau terikat pada dogma gerejawi tertentu walaupun dia seorang pendeta. Sebuah klaim yang menurut saya sangat berani untuk disampaikan oleh seorang pendeta secara terbuka di hadapan umum. Di sinilah salah satu kekhasan Pak Ioanes sebagai seorang pendeta, yakni memiliki sikap yang mungkin sulit atau mungkin juga belum dapat diterima oleh kalangan gereja pada umumnya yang diakui atau tidak, disadari atau tidak, mengikatkan diri pada suatu dogma tertentu yang disusun sekian abad lampau di tempat lain.
Penolakannya untuk tidak dikuasai oleh dogma apapun tampaknya bukan tiba-tiba atau bahkan tanpa alasan sama sekali. Alasan pertama yang mendorong sikapnya sebagai seorang yang berpikir bebas adalah rasa syukur yang dalam terhadap karunia akal yang diterimanya. Baginya akal budi adalah sebuah karunia yang tidak boleh disia-siakan oleh manusia. Akal adalah alat yang diterima manusia untuk mengetahui dan mengenal segala sesuatu. Kerja akal pula yang tampaknya dapat mengasah kepekaan hati nurani manusia. Berbagai tulisannya yang memuat tafsiran terhadap kisah penciptaan manusia, misalnya, menunjukkan suatu keyakinan Pak Ioanes bahwa Allah memang menugaskan manusia untuk bekerja, mengusahakan apa yang Allah percayakan dengan memanfaatkan akal budi yang sudah Allah berikan bagi manusia. Sebuah kekeliruan besar jika akal dihambat untuk bekerja. Penolakan terhadap penggunaan akal sebagai salah satu alat untuk mengenal Allah adalah pengingkaran terhadap kasih Allah.
Alasan berikutnya yang tampaknya memengaruhi sikap Pak Ioanes saat ini adalah kekagumannya pada teks-teks Alkitab. Baginya teks-teks Alkitab adalah literatur yang sangat berharga untuk memahami dunia pada masa lalu, termasuk komunitas-komunitas gereja perdana yang menjadi konteks lahirnya teks-teks Perjanjian Baru. Sebagai teks-teks yang lahir dari masa lalu maka teks-teks Alkitab harus diperlakukan dengan baik, tidak seenaknya. Perbedaan waktu dan tempat yang jauh dari saat ini dan dari konteks sosial kehidupan masa kini mengharuskan penggunaan banyak alat untuk memahami teks-teks Alkitab. Berbagai disiplin ilmu yang ada, dia hargai dan dipakai untuk memahami dengan baik apa yang terjadi di masa lalu. Hasilnya, dia menemukan bagaimana manusia merefleksikan hidupnya, masyarakat dan lingkungannya, keyakinannya, Tuhannya dan lain sebagainya. Teks-teks Alkitab juga telah menunjukkan pada Pak Ioanes bahwa manusia adalah makhluk yang rentan melakukan kekeliruan. Dan sebagai kumpulan teks yang ditulis oleh tangan manusia Alkitab pun sangat mungkin keliru. Ada pesan-pesannya yang sudah tidak lagi relevan dengan konteks masyarakat saat ini. Hal inilah yang seharusnya membuat manusia semakin terbuka dalam menggunakan akal berikut hati nuraninya agar kekeliruan yang telah dilakukan oleh orang-orang di masa lalu sebagaimana terungkap dalam Alkitab tidak lagi berulang saat ini.
Sejalan dengan alasan tersebut di atas dan yang menurut saya tampaknya sangat memengaruhi Pak Ioanes dalam mengambil posisi tersebut di atas adalah kesetiaannya pada ilmu pengetahuan, khususnya pada ilmu dan pendekatan metodik dalam penjelajahan dan penelitian tanpa akhir terhadap teks-teks Alkitab, yang pada gilirannya membuat dia begitu kagum dan jatuh cinta kepada Yesus yang dikisahkan dalam Alkitab. Kekagumannya dan kecintaannya kepada Yesus yang dikisahkan dalam Alkitab membuat Pak Ioanes berusaha semakin mengenal siapa Yesus. Dia kemudian menjadi tidak puas hanya mengenal Yesus dari catatan-catatan dalam Alkitab, yang menurutnya hanya mewakili pendapat kelompok-kelompok tertentu atau sebagian gereja di abad-abad pertama saja. Berbagai tradisi, literatur, lukisan atau apapun itu yang memuat pembicaraan tentang Yesus, dia gali, dia pelajari dan direkonstruksi sedemikian rupa sehingga menghasilkan sosok Yesus yang dia kagumi dan cintai itu. Dari usaha kerasnya itulah Pak Ioanes menemukan Yesus yang humanis, Yesus yang kritis, Yesus yang periang, Yesus yang meski hidup dalam tradisi Yahudi tetapi tidak mau dikuasai oleh tradisi Yahudi sekaligus dogma-dogma di dalamnya. Yesus yang inilah yang kemudian menjadi teladan bagi Pak Ioanes dalam berkarya. Dengan kata lain tampaknya sikap Pak Ioanes saat ini terinspirasi oleh sikap Yesus yang dia kagumi dan cintai.
Dari catatan-catatan mengenai pemikiran-pemikiran Pak Ioanes yang telah diuraikan dengan singkat di atas, maka dapat dimengerti jika dia diperlakukan cukup istimewa dengan peristiwa emeritasinya di akhir tahun 2009 ini. Pemikiran-pemikirannya yang tidak biasa diungkapkan olah banyak orang secara terbuka rasanya dapat menjadi pelajaran berharga bagi siapapun, termasuk gereja-gereja saat ini.
Pertama, pemikiran-pemikiran Pak Ioanes sesungguhnya menantang gereja-gereja untuk lebih mengenal Yesus, yang diyakini gereja sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Upaya pengenalan ini juga menuntut keberanian untuk bersikap kritis dan terbuka terhadap segala sesuatu yang ada pada diri gereja, termasuk pada dogma-dogma yang dipegang selama ini. Kedua, pemikiran-pemikian Pak Ioanes sesungguhnya mengundang kita semua untuk mau memanfaatkan apa pun yang kita yakini telah Tuhan karuniakan, termasuk dan terutama untuk menggunakan akal budi semaksimal mungkin serta hati nurani dalam menyikapi kehidupan ini.
Akhirnya, dalam kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan ucapan selamat memasuki masa emeritus kepada Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat. Saya yakin dengan emeritasi yang diberikan kepadanya, Pak Ioanes justeru dapat lebih leluasa berpikir dan berkarya. Membagikan ilmu-ilmunya bagi siapapun. Selamat Pak Ioanes... Tuhan memberkati.