Sebuah opini seorang sahabat tentang Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat
oleh Hendi Rusli,
mahasiswa STT Cipanas
Rabu siang tanggal 7 Oktober 2009 yang lalu, saya dikejutkan oleh sebuah pesan singkat yang masuk ke HP saya. Kaget sekaligus bangga membaca sebuah SMS dari seorang sahabat yang saya kagumi. Dalam pesan itu, Pak Io (begitu orang menyapanya sebagai tanda keakraban) meminta saya untuk menulis sebuah opini singkat tentangnya untuk buku acara kebaktian emeritasi beliau pada 23 November 2009 yang akan datang. Dengan senang hati saya terima tawaran beliau.
Kurang lebih sudah satu setengah tahun saya mengenal Pak Io. Dia dikenal sebagai seorang pemikir Kristen liberal, humanis, dan ahli tafsir Perjanjian Baru. Usia persahabatan yang kami jalani dapat dikatakan masih relatif muda. Namun, sungguh pun demikian kami adalah dua orang teman yang selalu berbagi, saling percaya dan juga saling menyediakan waktu.
Beberapa tahun sebelum berkenalan dengan Pak Io, saya telah banyak membaca tulisan-tulisan beliau. Baik dalam jurnal-jurnal teologi, artikel-artikel maupun dalam tulisan-tulisannya di beberapa blognya. Beliau memang sudah cukup dikenal sebagai seorang penerjemah buku dan juga seorang penulis. Pemikiran-pemikiran beliau begitu tajam, sistematis dan kritis. Semua orang yang mau menggunakan nalarnya pasti senang membaca tulisannya.
Namun di sisi lain, banyak orang yang berpandangan negatif tentang beliau yang dianggap mereka sebagai seorang yang liberal, tidak beriman, kontroversial dsb. Menurut hemat saya, mereka yang beranggapan demikian sesungguhnya tidak mengenal Pak Io. Siapa yang dapat mengukur iman seseorang? Dan apakah pengalaman iman orang lain harus sama dengan pengalaman iman saya? Atau dengan pengalaman iman Saudara? Tentunya tidak! Bagi Pak Io, iman itu harus dikoreksi oleh akal budi…. Mengapa? Karena iman seseorang dibentuk oleh dogma-dogma keagamaan yang dapat salah, yang seringkali mengkotak-kotakkan, memenjarakan pikiran dan eksklusif, menyingkirkan yang berbeda. Akal budi dapat mengoreksi dan menuntun iman yang membabi-buta, sempit, dan merasa paling unggul, kepada iman yang inklusif, pluralis, terbuka dan universal. Dan Pak Io sudah mencapai tingkat iman yang sedemikian itu.
Selama saya mengenal dan bersahabat dengan Pak Io, relasi kami satu sama lain sangat baik. Kependetaan beliau tidak nampak dalam suatu kerangka yang formalistik dan juga tidak dipandangnya sebagai suatu jabatan yang sakral, sebab baginya yang sakral hanya Tuhan seorang; sementara kebanyakan orang membanggakan jabatan kependetaan ini. Gelar doktor dan jabatan kependetaannya tidak menjadi jarak bagi relasi kami, meskipun saya berstatus sebagai seorang mahasiswa di STT Cipanas. Dia menganggap saya setara dengannya, menghargai pendapat saya dan menggembalakan nalar saya supaya saya dapat berpikir kritis.
Pemahaman beliau mengenai dogma-dogma yang saya pegang selama ini begitu berbeda. Hal ini sungguh memberi banyak pembaharuan dan pencerahan bagi kehidupan beriman dan bernalar saya. Banyak di antara tulisan-tulisan beliau telah dan sedang mengubah paradigma saya dalam berteologi. Mungkin juga paradigma banyak orang. Kita pun seharusnya perlu belajar seperti beliau, berani berpikir dan menerobos batas-batas dogma yang seringkali mengekang dan memenjarakan nalar kita. Gereja dapat berkembang, dinamis dan terbuka terhadap perubahan dan perkembangan zaman jika para pemimpinnya melakukan hal yang sama.
Akhir kata saya mengucapkan selamat kepada Pak Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat yang telah menyelesaikan tugas dan pelayanan strukturalnya di Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat. Semoga pelayanan Bapak selanjutnya dan seterusnya di manapun dan kapanpun dapat menjadi berkat, dirasakan dan membekas pada orang-orang yang Bapak tantang untuk terus-menerus berpikir kritis. Harapan saya, Bapak dapat mengembangkan terus pemikiran-pemikiran Bapak yang mencerahkan untuk menjadikan makin banyak orang (Kristen dan non-Kristen) cerdas beragama, kritis dan progresif. Kiranya Tuhan Memberkati.