Kapankah kiamat atau akhir dunia akan tiba? Banyak agama lahir antara lain untuk menjawab pertanyaan ini. Tentu jawaban tentang hal ini yang diberikan agama-agama tidak berasal dari sains modern, melainkan dari apa yang diklaim agama-agama ini sebagai wahyu ilahi. Bagi agama-agama, wahyu ilahi sanggup menyingkapkan setepat-tepatnya kapan akhir dunia akan terjadi. Benarkah?
Kapan pun dan di manapun, wahyu ilahi tentang kapan dunia akan kiamat (bahkan tentang hal lain apapun!) tidak pernah memberikan satu jawaban yang pasti dan terang. Wahyu ilahi selalui tidak jelas, selalu mengandung ambiguitas, dan karena itu selalu melahirkan penafsiran yang beraneka-ragam atasnya, multi-interpretable. Karena itu, wahyu ilahi otomatis mengundang banyak orang dari berbagai latarbelakang dan kepentingan untuk berburu di hutan belantara wahyu ilahi untuk mendapatkan “sang binatang buruan” yang selalu bisa berkelit lalu lenyap dalam kerimbunan pohon dan kegelapan hutan ilahi.
Gereja Kristen memiliki sedikitnya dua kitab besar dalam Kitab Suci mereka yang diklaim sebagai kitab-kitab yang berisi wahyu ilahi tentang kapan dunia ini akan berakhir, kapan kiamat akan tiba, kapan sang Mesias atau sang Mahdi akan datang di akhir dunia. Kedua kitab besar yang melahirkan ideologi mesianisme Yahudi-Kristen ini adalah Kitab Daniel (ditulis abad ke-2 SM) dalam kanon Perjanjian Lama dan Kitab Wahyu Yohanes (ditulis abad ke-1 M) dalam kanon Perjanjian Baru.
Penafsiran kritis atau criticism atas kedua kitab apokaliptis Yahudi-Kristen ini menempatkan keduanya dalam konteks sejarah masing-masing komunitas keagamaan yang melahirkannya. Segala hal yang ditulis dalam kedua kitab wahyu ini, baik tentang hal-hal kontemporer maupun tentang hal-hal yang akan terjadi di masa depan, oleh para penafsir kritis dilihat berkaitan langsung dengan komunitas-komunitas keagamaan ini pada masa kehidupan riil mereka yang sedang dilanda penderitaan berat dan penganiayaan dalam sejarah dunia ini, bukan berkaitan dengan masa depan yang jauh dari masa kehidupan mereka.
Dalam hermeneutik kritis, wahyu ilahi apa pun tentang kiamat dipandang selalu sebagai tulisan-tulisan manusia yang berfungsi untuk memberi kekuatan mental, moral bahkan politis kepada suatu komunitas keagamaan yang sedang dianiaya oleh suatu kekuatan politis dan militer besar pada zaman wahyu ini ditulis, bukan berisi ramalan atau perhitungan ilmiah tentang kapan dunia ini berakhir. Dalam tulisan apokaliptis semacam ini, kiamat digambarkan segera akan terjadi, dan ketika kiamat ini terjadi pengadilan akhir digelar dan musuh-musuh umat akan dibalas dengan penghukuman di neraka dan umat yang dianiaya akan diberi pahala masuk surga. Karena dijanjikan kebangkitan dari antara orang mati dan pahala surga, umat yang dianiaya mendapatkan penguatan mental untuk bertahan membela agama dan bangsa mereka dan terhindar dari kemurtadan.
Tetapi, para penafsir yang tidak kritis, khususnya para penafsir yang dijuluki sebagai “end-time interpreters”, para penafsir tentang “akhir zaman”, menafsirkan Kitab Daniel dan Kitab Wahyu Yohanes sebagai kitab-kitab yang memuat “petunjuk-petunjuk atau nubuat-nubuat rahasia” tentang kapan akhir zaman akan tiba, tentang kapan planet Bumi atau bahkan Galaksi Bima Sakti berakhir total dalam suatu katastrofi kosmik. Bagi mereka, petunjuk-petunjuk rahasia ini bisa “disingkap”, “revealed”, atau di-“decoding” hanya oleh sedikit orang yang dipilih Allah. Maka, bisa dimengerti, dari dalam buaian gereja muncullah pada masa kini banyak orang yang tidak tahu diri, yang mengklaim diri sebagai orang suci pilihan Allah yang diberi kemampuan adikodrati untuk menyibak dan menyingkapkan rahasia tentang kapan akhir zaman terjadi, yang dimuat dalam kedua kitab problematis dan berbahaya ini.
Karena wahyu ilahi selalu tidak jelas, selalu terbuka terhadap berbagai macam interpretasi, maka muncullah banyak versi pseudo-aritmetika tentang kapan persisnya dunia ini akan berakhir. Dan, kita tentu maklum, perhitungan mereka tentang kapan akhir zaman tiba selalu meleset. Penulis Kitab Daniel meleset. Yesus Kristus meleset. Rasul Paulus meleset. Yohanes di pulau Patmos keliru. Gereja-gereja perdana keliru. Sekte-sekte Kristen millenarian sepanjang sejarah gereja Kristen juga meleset, hingga ke abad ke-21 ini!
Maka, buanglah wahyu ilahi jauh-jauh dan hindarilah para nabi peramal akhir zaman jika Anda ingin mengetahui kapan akhir zaman tiba dan usaha apa yang perlu dilakukan bukan untuk mempercepatnya, tetapi untuk menghindarinya. Sebaliknya, marilah kita dengarkan apa yang dikatakan para ilmuwan tentang umur planet Bumi ini.
Planet Bumi terancam bukan terutama dari berbagai tindakan buruk manusia terhadap planet ini, misalnya dengan meracuninya atau meningkatkan suhu global terus-menerus. Tentu kita harus waspada juga terhadap perilaku manusia, sebab suatu perang nuklir habis-habisan di seantero planet biru ini akan bisa juga melenyapkan kehidupan di dalamnya dan menanduskan semua permukaan planet ini selama beribu-ribu tahun ke depan. Menurut kajian fisika elementer, astrofisika dan astronomi, planet Bumi dan semua makhluk hidup di dalamnya secara alamiah akan lenyap pada saatnya karena sesuatu tengah terjadi pada bintang besar Tata Surya yang kita namakan Matahari, sang Surya. Matahari, sejak sekarang, secara evolusioner sedang mengalami peningkatan suhu.
Dalam jangka waktu 5 milyar tahun dari sekarang, Matahari akan berevolusi menjadi suatu bola raksasa merah yang membengkak dan menggembung. Lalu, 7 miliar tahun dari sekarang, ketika bola Matahari sampai pada ukuran terbesarnya dan terang cahayanya mencapai puncaknya, kulit gas pada lapisan terluarnya (Korona) akan menelan dan membakar lenyap planet Bumi (lihat 2 ilustrasi di bawah ini).
Tapi, jauh sebelum hal itu terjadi, 1,1 milyar tahun dari sekarang, sang Surya akan 11% bertambah terang dan panas, dan keadaan ini akan meningkatkan temperatur udara di seluruh muka bumi rata-rata menjadi 50 °C (atau 120 °F). Suhu setinggi ini, meskipun belum mencapai titik didih air, akan membuat semua air dan semua lautan yang ada di muka bumi perlahan menguap. Tanaman dan binatang (termasuk manusia di dalamnya) akan menghadapi masa sangat sulit untuk hidup dalam rumah panas ini, dan tentu mereka semua tidak akan bertahan lama, kecuali organisme sel tunggal yang disebut Arkhaea. Tetapi ketahanan hidup semacam ini akan berlangsung sebentar saja. Ketika uap air sampai di atmosfir, cahaya ultraviolet sang Surya akan memecah molekul-molekul air, dan gas hidrogen yang diperlukan untuk membangun sel-sel makhluk hidup perlahan akan bocor dan keluar ke angkasa lalu persediaannya di planet Bumi habis.
Nah, ini poin yang sangat penting: Jika keturunan kita, makhluk cerdas yang dinamakan homo sapiens sapiens, atau makhluk cerdas keturunan kita yang sudah berubah fisik dengan struktur DNA yang sudah lain karena diubah oleh kekuatan evolusi alamiah selama milyaran tahun, atau oleh revolusi teknologis, ingin tetap bertahan hidup, mereka harus pindah ke planet-planet lain di Tata Surya, misalnya ke sebuah planet merah yang tidak terlalu jauh dari Bumi dan masih dalam kawasan Tata Surya, yakni planet Mars.
Jika setiap hari kita meluncurkan 1000 wahana antariksa untuk mengungsikan 6,7 milyar manusia ke suatu atau beberapa planet lain yang aman, dibutuhkan semilyar wahana antariksa dan waktu selama 2700 tahun ke depan untuk seluruh peluncurannya. Selain masalah ini, planet-planet lain yang jadi tujuan pengungsian juga perlu disiapkan secara besar-besaran untuk menghasilkan biosfir dan atmosfir yang cocok untuk kehidupan manusia, biosfir dan atmosfir yang sama dengan yang terdapat di planet Bumi sekarang ini, setidaknya memiliki air dan oksigen untuk kehidupan. Tambahan pula, manusia yang sudah diungsikan itu perlu diberi makan, dirawat secara medis dan psikologis, dan disiapkan di rumah-rumah baru mereka di luar planet Bumi.
Mengubah suatu planet lain koloni menjadi sebuah planet yang sama dengan planet Bumi untuk siap dihuni manusia disebut “terraforming.” Terraforming ini membutuhkan sains dan teknologi yang sangat advanced, yang belum ada sekarang ini, dan juga tentunya membutuhkan sumber daya manusia, modal dan sumber alam yang besarnya tidak terbayangkan sekarang ini! Bisa jadi, jika terraforming berhasil dilakukan, yang akan bisa mengungsi ke planet-planet lain, misalnya ke Mars, hanyalah segelintir manusia atau makhluk hidup lain yang unggul secara genetis. Ilustrasi paling atas menggambarkan proses terraforming yang sedang pada tahap awal dilakukan di planet Mars.
Sejumlah fisikawan menyatakan dalam melakukan terraforming terhadap planet Mars, kita perlu mengarahkan banyak asteroid, meteor dan komet untuk menumbuk permukaan planet ini guna memanaskan planet ini untuk menghasilkan atmosfir yang cocok dengan kehidupan manusia. Tentang terraforming planet Mars dengan cara ini, lihat wawancara pendek dengan Michio Kaku yang berjudul "Should We Use Comets and Asteroids to Terraform Mars?" (klik tautan ini http://bigthink.com/ideas/24011).
Jika terraforming sangat sulit dan belum terbayangkan proses dan dampaknya, ada sebuah jalan lain yang tersedia: yakni memindahkan planet Bumi beserta semua sumber yang tersedia di dalamnya ke suatu lokasi orbit yang lebih jauh dari Matahari. Para ilmuwan sudah menghitung-hitung dan membuat simulasinya dengan menggunakan komputer.
Jika pada 6,3 milyar tahun dari sekarang sang Surya berubah menjadi suatu bola api raksasa merah yang menggelembung dan cahayanya menjadi 2,2 kali lebih terang dari cahayanya sekarang, maka untuk keselamatan penghuni planet Bumi dan planet ini sendiri, planet Bumi harus dipindahkan, “didongkel”, dari orbitnya yang sekarang, menjauh dari Matahari, ke jarak 1,5 kali dari orbitnya yang sekarang pada Matahari. Orbit planet Bumi yang baru ini sama dengan orbit planet Mars sekarang ini. Dengan jarak orbit yang ditambah ini, planet Bumi akan menerima panas dari matahari yang sudah menggelembung dengan intensitas dan volume yang sama dengan intensitas dan volume yang sekarang ini kita semua terima.
Ihwal kapan usaha pemindahan planet Bumi ini sudah harus dijalankan, bergantung pada kapan kita mau mencapai orbit planet Bumi 1,5 kali lebih jauh dari orbitnya yang sekarang, untuk menghindari penguapan semua air di muka bumi dan untuk menjauh dari bola merah raksasa sang Matahari yang menggelembung! Kalau penggeseran orbit bumi mau dilakukan perlahan dan bertahap, usaha ini sudah bisa dimulai sekarang! Masalahnya: kita sekarang ini belum memiliki teknologi yang aman dan applicable untuk memindahkan bumi. Selain itu: orbit planet Bumi yang diubah akan berpengaruh pada orbit benda-benda langit lainnya dalam Tata Surya dan hal ini akan menimbulkan kekacauan kosmik juga!
Sepertinya, usaha menyelamatkan dan memindahkan planet Bumi terpikirkan hanya sebagai suatu fiksi ilmiah. Tetapi, pemindahan planet Bumi adalah sebuah tugas masa depan yang sangat serius!
Kelihatannya sekarang ini, “kiamat”, dalam arti: lenyapnya planet Bumi dan matinya semua makhluk hidup di dalamnya, tidak akan bisa dihindari. Tapi katastrofi kosmik ini akan terjadi masih sangat lama jika dihitung dari rata-rata umur manusia sekarang ini (katakanlah rata-rata sampai 80 tahun); kita masih harus menunggu 1,1 milyar sampai 7 milyar tahun dari sekarang. Dan, makhluk yang nanti akan mengalami “kiamat” ini adalah keturunan manusia yang telah mengalami evolusi genetik dan evolusi inteligensi, secara alamiah atau lewat revolusi teknologis. Bisa jadi, mereka pada zaman mereka nanti akan dapat menemukan suatu solusi tepat, aman dan efisien untuk menghindari lenyapnya air dari planet Bumi dan terpanggangnya planet ini oleh panas cahaya sang Surya yang sudah membengkak menjadi bola api raksasa maut.
Nah, ini kata terakhir saya dalam post ini: Ketika “kiamat” semacam ini terjadi, sang Yesus Kristus gereja yang “datang kembali dengan awan-awan dari langit” tidak akan bisa menyelamatkan planet Bumi dan manusia. Kecuali “sang Kristus” ini datang sebagai seorang panglima para alien dari angkasa luar ke planet Bumi, dengan membawa armada wahana antariksanya yang sangat besar jumlah dan ukurannya untuk mengungsikan semua penghuni planet Bumi. Pada saat itu, semoga “Bahtera Nuh” supermodern akan sungguh-sungguh datang! Atau, dengan kata lain, sains dan teknologi-lah, bukan wahyu ilahi, Allah atau sang Mahdi, yang bisa menyelamatkan planet Bumi ini dari katastrofi kosmik di masa depan yang masih sangat jauh.
Jadi, janganlah percaya pada para nabi peramal kiamat, tetapi didiklah anak dan cucu kita secara rasional untuk mereka dan cucu serta cicit mereka bisa menemukan sains dan teknologi supermodern yang bisa menyelamatkan planet Bumi ini dari ancaman kebinasaan yang datang dari angkasa luar! The truth is out there!
Catatan:
Lebih jauh tentang ihwal pemindahan planet Bumi, lihat http://www.newscientist.com/article/dn14983-moving-the-earth-a-planetary-survival-guide.html.