Kesan seorang sahabat tentang Pdt. Dr. Ioanes Rakhmat
oleh Sucitro Wongso
anggota GKI, pembaca setia blog-blog Ioanes Rakhmat
Sampai beberapa saat yang lalu sebelum saya menuliskan kalimat pertama ini saya masih berusaha untuk memgumpulkan lebih banyak bahan untuk menggambarkan siapa sebenarnya Pak Ioanes Rakhmat (IR). Perjumpaan pertama kali dengan beliau terjadi dua tahun yang lalu lewat tulisannya di KORAN TEMPO tentang Makam Yesus yang menghebohkan itu. Pada saat itu saya mulai cukup niat untuk belajar masalah agama. Terakhir, kurang lebih setengah tahun lalu saya mulai mengenal beliau secara langsung.
Tidak mudah untuk menggambarkan siapa orang yang berprinsip kuat, yang gaya tulisannya tanpa basa basi, cerdas, berwawasan luas dengan minat pada banyak macam bidang ini (mirip Gus Dur, tapi yang ini “ga ada lucu-lucunya”), terlebih mengenai pikiran-pikirannya. Awalnya saya pikir IR adalah seorang pendeta Kristen yang sudah bosan dengan pekerjaannya dan mulai cari-cari sensasi. Atau seorang pendeta Kristen yang menemukan bahwa agamanya tidak benar, terus mau pindah agama. Pada saat-saat terakhir inilah barangkali (mudah-mudahan) saya bisa sedikit menggambarkan plkiran-pikirannya dalam bahasa sederhana saya. Ternyata sederhana.
Tidak dipungkiri bahwa studinya mengenai Yesus sejarah telah membawanya ke dalam banyak pemikiran baru yang “radikal” untuk orang-orang Kristen di lingkungannya. Dalam pandangannya, meyakini sesuatu haruslah didukung oleh fakta-fakta, minimal didukung oleh akal sehat. Dari sinilah pemikiran yang sehat itu dipandang kalangan yang berseberangan sebagai pemikiran yang sesat berujung. Mengapa? Karena cara pandang seperti ini menjadikan kekristenan yang tadinya “dogma-sentris” menjadi “Yesus-sentris”, padahal sementara ini hampir semua gereja arus utama di Indonesia berorientasi dogma-sentris. Repot memang untuk meyakinkan tentang adanya fakta yang berkebalikan kepada orang-orang yang sejak lahir terlanjur percaya bahwa Spiderman itu suatu tokoh nyata.
Pandangan IR sebaliknya berupaya untuk menyaring pemikiran-pemikiran Yesus dari segala macam bumbu-bumbu yang menyertainya. Bumbu-bumbu tersebut sengaja disertakan agar pemikiran Yesus menjadi workable di zaman ditulisnya injil-injil. Kenyataan ini seringkali tidak diketahui khalayak ramai, entah sengaja disembunyikan agar tidak bertentangan dengan kekristenan nenek kita, atau memang lalai diperhatikan dan mungkin agar hidup lebih enak. Bumbu-bumbu tersebut bisa berupa macam-macam unsur, mulai yang keren seperti filsafat Yunani maupun yang tidak keren seperti “paganisme” yang kemudian dikemas dalam dogma ala Athanasius, Agustinus dst. Menghayati Alkitab secara harfiah dengan demikian, menurut IR, adalah dosa besar. Ironisnya, dogma-dogma inilah yang berkuasa di mimbar-mimbar gereja; bukan ucapan Yesusnya sendiri! Dalam bahasa saya sendiri, dogma itu saya ibaratkan seperti mencontoh jawaban ujian dari seorang teman sebelah bangku yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu jawaban yang tepat itu seperti apa.
Jadi, dalam pandangan IR, mengikuti Yesus lewat ucapan-ucapannya yang telah diselidiki benar-benar keautentikannya adalah lebih bertanggung jawab. Yesus yang mengutamakan kasih, belarasa, adalah Yesus yang menjadi junjungannya. Dan ide Yesus sebagai kasih inilah yang yang menginspirasi beliau akan ide-ide pluralis, sikap toleran dan kehidupan yang tidak terkotak-kotak dalam sekat-sekat ideologi atau dogma agama. Baginya, kehidupan di bumilah yang harus didahulukan agar keselamatan di antara sesama bisa diwujudkan, bukan spekulasi-spekulasi supernatural yang tidak jelas dasarnya. Menurutnya, hal yang sudah dianggap sebagai suatu kebenaran kekal tidak harus menjadikannya tidak dapat dikaji ulang. Motto beliau adalah (dikutip dari Plato): HIDUP YANG TIDAK DIKAJI BUKANLAH HIDUP.
Bagi sebagian orang, pandangan seperti ini adalah suatu berkah yang mencerahkan. Sebaliknya, bagi sebagian yang lain, pandangan ini adalah pandangan yang sesat, meracuni, menggerogoti iman, makanya harus diberangus. Tetapi IR sepertinya jalan terus dengan keyakinannya. Dari blog-blognya di Internet (kini sudah ada empat blog pribadi dan satu blog kolektif!) bisa kita lihat bahwa fansnya makin lama makin banyak. Pemikiran-pemikirannya yang orisinal, segar, baru dan menggugah tampaknya banyak mengundang pemerhati. Lingkungan pergaulannya yang luas yang berasal dari berbagai elemen masyarakat menunjukkan penerimaan masyarakat akan keberadaannya dan pemikirannya.
Saya berharap agar pemikiran IR dapat terus lestari seiring dengan kemajuan zaman. Pilihan yang telah diambil oleh IR yaitu ilmu pengetahuan untuk mempelajari Yesus mengharuskannya untuk selalu mengkaji terus-menerus pikiran-pikirannya sendiri sesuai dengan sifat dasar ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan mudah-mudahan dia tidak terjebak dalam pola kerja keimanan selama ini yaitu, begitu sekali dirumuskan akan dipertahankan mati-matian sampai akhir zaman. Vladimir Putin mengatakan bahwa sejarah tidak pernah satu warna.
Akhir kata, saya ucapkan selamat kepada Pak IR atas emeritasinya. Semoga Tuhan selalu menyertai Bapak beserta keluarga.